Senin, 17 Oktober 2011

BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BENTUK-BENTUK
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

1. KEKERASAN FISIK

A. Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan :
a.Cedera berat
b.Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c.Pingsan
d.Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
e.Kehilangan salah satu panca indera.
f.Mendapat cacat.
g.Menderita sakit lumpuh.
h.Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i.Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j.Kematian korban.

B.Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
a.Cedera ringan
b.Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat

C.Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.
Penjelasan:
Kekhususan dari RUU ini adalah menggabungkan dua jenis kategori tindak pidana dalam KUHP, yakni tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana penganiayaan berat. Oleh karena tujuan atau niat pelaku dalam tindak pidana tersebut tidak semata-mata untuk melukai tubuh atau menghilangkan nyawa korban tetapi lebih pada kehendak pelaku untuk mengontrol korban agar tetap di tempatkan dalam posisi subordinat (konteks kekerasan domestik). Jadi kekerasan fisik yang menjurus kepada melukai tubuh atau menghilangkan nyawa korban adalah alat atau sasaran antara untuk mencapai sasaran utamanya yakni mengontrol atau menempatkan korban pada posisi subordinat. Di luar kekhususan ini artinya tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang bukan dalam konteks kekerasan domestik tidak diatur dalam RUU ini tetapi masuk dalam pengaturan KUHP.

2. KEKERASAN PSIKIS:

A. Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
a.Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
b.Gangguan stress pasca trauma.
c.Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)
d.Depresi berat atau destruksi diri
e.Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
f.Bunuh diri

B.Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
a.Ketakutan dan perasaan terteror
b.Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
c.Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d.Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
e.Fobia atau depresi temporer
Penjelasan:
Untuk pembuktian kekerasan psikis harus didasarkan pada dua aspek secara terintegrasi, 1) tindakan yang diambil pelaku; 2) implikasi psikologis yang dialami korban. Diperlukan keterangan psikologis atau psikiatris yang tidak saja menyatakan kondisi psikologis korban tetapi juga uraian penyebabnya.
3. KEKERASAN SEKSUAL:

A. Kekerasan Seksual Berat, berupa:
a.Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b.Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
c.Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
d.Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e.Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f.Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

B.Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

C.Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
Penjelasan:
Kata ‘pemaksaan hubungan seksual’ disini lebih diuraikan untuk menghindari penafsiran bahwa ‘pemaksaan hubungan seksual’ hanya dalam bentuk pemaksaan fisik semata (seperti harus adanya unsur penolakan secara verbal atau tindakan), tetapi pemaksaaan juga bisa terjadi dalam tataran psikis (seperti dibawah tekanan sehingga tidak bisa melakukan penolakan dalam bentuk apapun). Sehingga pembuktiannya tidak dibatasi hanya pada bukti-bukti bersifat fisik belaka, tetapi bisa juga dibuktikan melalui kondisi psikis yang dialami korban.
Tindakan-tindakan kekerasan seksual ini dalam dirinya sendiri (formil) merupakan tindakan kekerasan dengan atau tanpa melihat implikasinya. Implikasi itu sendiri harus nya dimasukkan sebagai unsure pemberat (hukuman). Imlikasi tersebut misalnya, rusaknya hymen, hamil, keguguran, terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), kecacatan, dll.
Selengkapnya...

Definisi hukum menurut beberapa pakar

Definisi hukum menurut beberapa pakar yaitu:
R. Soeroso, SH
Definisi hukum secara umum : himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi hukum sebagai berikut :
1. peraturan dibuat oleh yang berwenang
2. tujuannya mengatur tata tertib kehidupan masyarakat
3. mempunyai ciri memerintah dan melarang
4. bersifat memaksa dan ditaati
Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum : segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Drs. C.S.T. Kansil, SH
Hukum itu mengadakan ketata-tertiban dalam pergaulan manusia, sebagai keamanan dan ketertiban terpelihara.
J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu.
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup - perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
Sebabnya hukum ditaati orang menurut Utrecht, yaitu:
1. Karena orang merasakan bahwa peraturan dirasakan sebagai hukum. Mereka benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
2. Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Penerimaan rasional itu sebagai akibat adanya sanksi-sanksi hukum supaya tidak mendapatkan kesukaran, orang memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat sanksi hukum.
3. Karena masyarakat menghendakinya. Dalam kenyataannya banyak orang yang tidak menanyakan apakah sesuatu menjadi hukum/belum. Mereka tidak menghiraukan dan baru merasakan dan memikirkan apabila telah melanggar hingga merasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh peraturan hukum yang ada.
4. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Orang merasakan malu atau khawatir dituduh sebagai orang yang asosial apabila orang melanggar suatu kaidah sosial/hukum.
Sedangkan tujuan hukum itu sendiri menurut:
1. Apeldoorn adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
2. Prof. Soebekti, tujuan hukum adalah mengabdi tujuan negara yang intinya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.
1. Aristoteles:
“Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature” (Hukum tertentu adalah sebuah hukum yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai dasar dan mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal adalah hukum alam).

2. Grotius:
“Law is a rule of moral action obliging to that which is right” (Hukum adalah sebuah aturan tindakan moral yang akan membawa kepada apa yang benar).

3. Hobbes:
“Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan haknya, telah memerintah pada yang lain).

4. Phillip S. James:
“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given state” (Hukum adalah tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara)

5. Wasis Sp.:
“Hukum adalah perangkat peraturan baik yang bentuknya tertulis atau tidak tertulis, dibuat oleh penguasa yang berwenang, mempunyai sifat memaksa dan atau mengatur, mengandung sanksi bagi pelanggarnya, ditujukan pada tingkah laku manusia dengan maksud agar kehidupan individu dan masyarakat terjamin keamanan dan ketertibannya”

6. Marcus Tullius Cicero (Romawi)
Hukum adalah akal tertinggi (the higest reason) yang ditanamkan oleh akal dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

7. Rudolf von Jhering (Jerman)
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa (compulsary rules) yang berlaku dalam suatu negara.

8. Mochtar Kusumaatmadja (Indonesia)
Hukum tidak hanya perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan mencakup pula lembaga-lembaga (intitutions) dan proses-proses (processes) untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

9. Sutjipto Rahardjo
Karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan kemana harus diarahkan.
Selengkapnya...

Definisi Hukum Menurut Para Ahli

Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
- Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
- Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
- J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

- Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
- Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara
- Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Jadi kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat kiranya disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.
Selengkapnya...

Minggu, 16 Oktober 2011

Teori Politik Zaman Klasik

Teori Politik Socrates
1. Kepribadian politik Socrates sebagai seorang teoritikus politik yang berupaya jujur, adil dan rasional dalam hidup kemasyarakatan dan mengembangkan teori politik yang radikal. Namun keinginan dan kecenderungan politik Socrates sebagai teoritikus politik membawa kematian melalui hukuman mati oleh Mahkamah Rakyat (MR).
2. Metode Socrates yang berbentuk Maieutik dan mengembangkan metode induksi dan definisi.
3. Pada sisi lain Socrates memaparkan etika yang berintikan budi yakni orang tahu tentang kehidupan dan pengetahuan yang luas. Dan pada akhirnya akan menumbuhkan rasa rasionalisme sebagai wujud teori politik Socrates.

Teori Politik Plato
1. Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik. Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian:
1. Pikiran atau akal
2. Semangat/keberanian
3. Nafsu/keinginan berkuasa.
2. Idealisme Plato yang secara operasional meliputi:
1. Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan etik.
2. Pengertian matematik.
3. Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual dan rasional.
4. Teori tentang negara ideal.
5. Teori tentang asal mula negara, tujuan negara, fungsi negara dan bentuk negara.
6. Penggolongan dari kelas dalam negara.
7. Teori tentang keadilan dalam negara.
8. eori kekuasaan Plato.

Teori Politik Aristoteles
1. Teori politik yang bernuansa filsafat politik meliputi:
• Filsafat teoritis
• Filsafat praktek
• Filsafat produktif
2. Teori negara yang dinyatakan sebagai bentuk persekutuan hidup yang akrab di antara warga negara untuk menciptakan persatuan yang kukuh. Untuk itu perlu dibentuk negara kota (Polis).
3. Asal mula negara. Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa dan lama kelamaan membentuk polis atau negara kota.
4. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan kebaikan yang tertinggi.
5. Bentuk pemerintahan negara menurut Aristoteles diklasifikasi atas:
- 3 bentuk pemerintah yang baik
- 3 bentuk pemerintah yang buruk.
6. Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum.Oleh itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan.
7. Revolusi dapat dilihat dari faktor-faktor penyebab dan cara mencegahnya.
Selengkapnya...

Pengertian Teori Politik

Untuk dapat memahami teori politik secara spesifik, maka pada bahasan ini menempatkan metodologi politik sebagai dasar memahami teori politik dengan cara :
1. Proses pembentukan teori politik melalui pengamatan berbagai fenomena politik yang kemudian digeneralisasi secara empirik.
2. Mengemukakan sifat-sifat dari teori politik yang berdasarkan pada ciri struktural dan ciri substantif teori politik yang dapat menunjukkan sifat empirik.
3. Fungsi teori politik yang digunakan untuk membuat peramalan dan analisis di bidang politik.
4. Pengaktifan fungsi teori politik akan dapat menempatkan peranan teori politik dalam sistem politik dan hubungan di antara sistem politik.
Pembagian Teori Politik
Kegiatan Belajar 2 membahas tentang lingkup teori politik yang meliputi :
1. Teori politik valutional atau teori politik yang mengandung nilai meliputi:
1. Filsafat politik yang digunakan untuk mencari kebenaran dan kebijakan.
2. Teori politik sistematis yaitu merealisir norma-norma yang sudah ada dalam program-program politik.
2. Ideologi politik.
3. Teori politik non valutional atau teori politik yang tidak mengandung nilai.
Dan pada umumnya teori ini biasanya digunakan oleh penguasa yang status quo.

Hubungan Teori Politik dengan Ilmu Sosial lainnya
Kegiatan Belajar ini membahas hubungan teori politik dengan ilmuilmu sosial lainnya.
1. Hubungan teori politik dengan Sejarah
2. Hubungan teori politik dengan Filsafat
3. Hubungan teori politik dengan Antropologi
4. Hubungan teori politik dengan Sosiologi
5. Hubungan teori politik dengan Ekonomi.
Hubungan ini menunjukkan bahwa setiap ilmu pasti saling membutuhkan untuk dapat memecahkan masalah kehidupan manusia dalam berbagai bidang.
Perkembangan Teori Politik
Kegiatan Belajar 4 ini membahas tentang perkembangan teori politik dilihat dari sudut pendekatan sebagai berikut :
1. Pendekatan Tradisional yang memfokuskan perkembangan teori politik dari sudut kelembagaan politik seperti:
• Sifat dari Undang-Undang Dasar
• Kedaulatan
• Kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal.
2. Pendekatan perilaku dalam perkembangan teori politik yang memfokuskan analisis pada prilaku pemegang lembaga.
3. Pendekatan Pasca Perilaku dalam teori politik yang dalam analisis politik menggunakan teori sistem politik dengan aliran struktural fungsional.
4. Pendekatan Marxis dan perkembangan teori politik yang dominan menganalisis konflik politik yang berdasarkan pada pertentangan kelas dan teori politik yang dikembangkan yaitu ekonomi - politik.
Selengkapnya...

Minggu, 02 Oktober 2011

SUMBER TATA NEGARA

1.Pengertian Sumber Hukum
Apakah yang di maksud dengan sumber hukum? Dalam bahasa inggris sumber hukum tersebut source of law. Perkataan sumber hukum itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”,”landasan hukum”,atau pun “ paying hukum”. Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat di anggap sah atau dapat di benarkan secara hukum. Sedangkan perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk pengertian tempat dari mana asal-mula suatu nilai atau norma tertentu berasal.

Pasal 1 ketetapan MPR No.III/MPR/2000, di tentukan bahwa sumber hukum adalah sumber hukum yang di jadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan, sumber hkum terdiri dari sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis, sumber dasar nasional adalah (i) pancasila sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.(ii) Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Hans kelsen dalam bukunya” General theory of law and state “ sumber hukum ada 2 macam: costum and statute. Perbedaan mengenai penggunaan istilah sumber hukum ( sources of law ) dalm cara berpikir figh islam dalam penggunaannya menurut pengertian ilmu hukum pada umumnya. Perkataan sumber hukum di artikan secara berbeda sama sekali dengan perkataan atau pengertia yang biasa di pakai dalam ilmu hukum kontemporer. Sumber hukum dalam arti ilmu figh islam berarti “sumber rujukan”, tetapi di lain pihak kadang-kadang dapat di identikkan dengan pengertian metode penalaran hukum legal reasoning). Misalnya yang dianggap sumber hukum adalah (i) Al-Quran,(ii)As- Sunnah,(iii) Ijtihad atau inovasi dan invensi. Adapun sarjanah yang merumuskan kategori sumber hukum adalah (i)Al-Quran,(ii)Al-Hadits,(iii)Ijma, dan (iv)Qiyas. Dan adalagi yang merumuskan sumber hukum meliputi (i)Syariat yang di wahyukan(wahyu),(ii) Sunnah sebagai teladan Rasul, dan (iii)Akal dengan menggunakan metode berfikir tertentu.
Yang di anggap sebagai adillat al-ahkam itu ada 4: yaitu Al-Quran, As Suunah, Ijma, dan Qiyas. Baik Al-Quran maupun As-Sunnah sama-sama di sebut sebagai Adillat Al-ahkam dan sekaligus mashadir al-ahkam. Oleh karena itu, mashadir al-ahkam (sumber hukum) dapat di pahami dalam arti sumber hukum materil dalam konteks ilmu hukum kontemporer. Sedangkan adillat al-ahkam (dalil hukum) dapat di sebandingkan dengan pengertian sumber hukum formil.
Dalam hukum tata Negara Indonesia, sumber hukum adalah:
a.Undang-Undang dasar
b.Undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-undang
c.Peraturan Pemerintah
d.Peraturan Presiden
e.Peraturan daerah
Pengertian yang kedua, jika di bandingkan dengan pengertian sumber hukum dalam ilmu piqih yang memperlakukan Qiyas atau analogi sebagai sumber hukum seperti di uraikan di atas, tentu jauhlah bedanya. Qiyas atau Analogi adalah metode berpikir, metode penalaran hkum (legal reasoning) yang di pakai untuk mendapatkan kesimpulan atas sesuatu fakta konkrit (concrete cases) yang di nilai dengan menggunakan standar norma hukum yang bersifat umum dan abstrak (general and abstkact norm).
Menurut John Alder, sumber-sumber konstitusi tersebut dapat di bedakan di bedakan menjadi 7 macam bentuk yang masing-masing dapat di uraikan sbb:
*The basic principle
*General political and moral values
*Strict law, (i)the laws enforced though the courts,(ii)the law and costum of faerlement
*convenstions of the constitution
*political practice
*the rules of the political parties
*international law
2.Sumber hukum tata Negara
Sumber hukum dapat di bedakan antara yang bersifat formal (source of law in formal sense) dan sumber hukum yang bersifat materil (souce of law in materil sense)
Sumber hukum formal mempunyai salah satu bentuk sbb:
a. Bentuk produk legislasi atau produk regulasi tertentu
b. Bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat para pihak
c. Bentuk putusan hakim tertentu
d. Bentuk-bentuk keputusan administrative
Khusus dalam ilmu tata Negara pada umumnya, yang biasa di akui sebagai sumber hukum:
• Undang –Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis
• Yurisprudensi peradilan
• Konvesi ketatanegaraan atau constitusional convenstions
• Hukum internasional tertentu
• Dokrin ilmu hukum tata Negara tertentu
Dalam kelima sumber tata Negara tersebut terdapat pengertian-pengertian yang berkenaan dengan, (i)nilai-nilai atau norma hukum yang hidup sebagai konstitusi yang tidak tertulis,(ii)kebiasaan-kebiasaan yang bersifat normative tertentu yang di akui baik dalam lalu lintas hukum yang lazim,(iii)dokrin-dokrin
Ilmu pengetahuan hukum yang telah di akui sebagai ius comminis opinion doctorum di kalangan para ahli yang mempunyai otoritas yang di akui umum.
Ada 7 macam sumber hukum tata Negara :
1. Konstitusi tidak tertulis
2. Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
3. Peraturan perundang-undangan tertulis
4. Yurisprudensi peradilan
5. Konvensi ketatanegaraan
6. Dokrin ilmu hukum (ius comminis opinio doctorum)
7. Hukum internasional
3. contoh sumber hukum tata Negara Inggris
a.legislastion (enacted law )
sumber hukum pertama adalah peraturan perundang-undangan tertulis, termasuk acts parliament, peraturan tertulis yang di tetapkan oleh pemerintah, dan peraturan-peraturan yang di tetapkan oleh lembaga-lembaga lainnya yang mendapat delegasi kewenangan regulasi dari parlemen.oleh karena inggris tidak memiliki naskah undang-undang dasar tertulis yang tersendiri, maka sejak dulu masih banyak undang-undang yang di sahkan oleh parlemen yang berhubungan dengan sistem penyelenggara pemerintah, mengenai hal yang paling penting antara lain:
1. Magma charka, yang di anugrahkan oleh raja john pada tahun 1215 di Runnymede kepada the nobles, dan di berbagai bentuknya dengan persetujuan parlemen inggris di konfirmasi oleh raja-raja berikutnya.
2. Petition of right, dokumen atau naskah lain yang juga di undangkan oleh parlemen inggris pada inggris era konstitusional berikutnya adalah petition of right pada 1628, yang di tuangkan dalam statute book pada bagian 3 car 1.
3. Bill of right and claim of right, di inggris yang menyetujui dengan bill of right and claim of right adalah house of lords dan sisa-sisa anggota parlemen yang terakhir pada masa Charles II pada tahun 1689 yanng selanjutnya di konfirmasi oleh parlemen yang terbentuk sesudah revolusi
4. The acts of settelement, bill of right and the acts of settelement tersbut menandai kemenangan parlemen atas tuntutan atau klaim raja untuk memerintah menurut prinsip hak prerogative yang bersifat mutlak.
5. Other statutes of constitusional imfortance, dalam beberapa tahu terakhir ini, terdapat pula undang-undang baru yang di sahkan antara tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, misalnya dapat di kemukakan adaalah the Scotland act tahun 1998, the humans right act tahun 1998, and the house of lords act tahun 1999, serta undang-undang anti-terorisme atau the terrorism act tahun 2000.
b.judicial precedent (case law)
c.The common law
secara harfiah, yang di maksudkan dengan the common law adalah hukum kebiasaan yaitu terdiri atas the laws and customs yang sejak dulu kala di akui sebagai hkum oleh para hakim dalam mengadili suatu perkara tertentu yang di ajukan oleh mereka.
d.Interpretation of the statute law
pengadilan tidak berwenang untuk memutus dan menentukan keberlakuan undang-undang buatan parlemen artinya hakim di inggris tidak di perkenangkan melakukan pengujian konstitusionalitas atas undang-undang judicial review, pengadilan hanya berwenang menguji peraturan yang lebih rendah dari undang-undang (judicial review on the legality of regulation).
4.sumber hukum primer,sekunder,tertier.
Pengertian sumber di sini lebih konkrit sifatnya, yaitu sumber fisik dari mana suatu norma hukum di kutip atau di ambil untuk di terapakan dalam menilai sesuatu fakta (feit).pengertian sumber dalam arti demikian pada umumnya di anggap penting, baik dalam dunia teori maupun praktik, untuk menjamin bahwa pengutipan norma dilakukan dengan benar.
Selengkapnya...

TUJUAN DAN HAKIKAT KONSTITUSI

Di kalangan para ahli Hukum, pada umumnya di pahami bahwa Hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu (i) keadilan (justice), (ii) kepastian (certainty atau zekerheid), dan (iii) kebergunaan (utility). Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan (equlity), serta kewajaran (proportionality. Sedangkan, kepastian Hukum terkait dengan ketertiban (order) dan ketentraman. Sementara, kebergunaan di harapkan dapt menjamin bahwa semua nilai – nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.

Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah Hukum yang di anggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai Hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah : (i) keadilan, (ii) ketertiban, (iii)perwujudan nilai –nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh partai pendiri Negara (the founding father dan mothers).
Misalnya, 4 tujuan bernegara Indonesia adalah seperti yang termaktub dalam alenia IV pembukaan UUD 1945. Keempat tujuan itu adalah (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (ii) memejukan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia (berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
Sehubungan dengan itulah maka beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan tujuan Negara, yaitu Negara konstitusional, atau Negara berkonstitusi. Menurut J.Barents, ada 3 tujuan Negara yaitu (i) untuk memelihara ketertiban dan ketentraman, (ii) mempertahankan kekuasaan, dan (iii) mengurus hal – hal yang berkenaan dengan kepentingan – kepentingan umum. Sedangkan, Maurice Haurioe menyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan Negara antara (i) ketertiban, (ii) kekuasaan (gezag), dan (iii) kebebasan (vrijheid).
Kebebasan individu warga Negara harus di jamin, tetapi kekuasaan Negara juga harus berdiri tegak, sehingga tercipta tertib masyarakat dan bernegara. Ketertiban itu sebdiri terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif dan kebebasan warga Negara tetap tidak terganggu. Sementara itu. G.S Diponolo merumuskan tujuan konstitusi ke dalam lima kategori, yaitu (i) kekuasaan, (ii) perdamaian, keamanan, dan ketertiban, (iii) kemerdekaan, (iv) keadilan, serta (v) kesejahteraan dan kebahagiaan.
Selengkapnya...

NILAI DAN SiFAT KONSTITUSI

1. NILAI KONSTITUSI
Nilai konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai (values) sebagai hasil penilian atas pelaksanaan norma – norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the of Constitutions” membedakan 3 macam nilai atau values of the constitution, yaitu (i) normative values; (ii) nominal value; dan (iii) semantical value. Jika berbicara mengenai nilai konstitusi, para sarjana Hukum selalu mengutip pendapat Karl Loewenstein mengenai tiga nilai normative, nominal, dan semantic ini.

2. KONSTITUSI FORMIL DAN MATERIIL
Konstitusi, constitution (Amerika Serikat), atau verfasung (Jerman), di bedakan dari undang – undang dasar atau grundgestz (Jerman) ataupun grondwet (Belanda). Di karenakan kesalahpahaman dalam cara pandangan banyak orang tentang konstitusi, maka pengertian mkonstitusi itu sering diidentikkan dengan pengertian undang – undang dasar. Kesalahan ini di sebabkan antara lain oeh pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki semua peraturan Hukum dibuat dalam bentuk tertulis (written document) dengan maksud untuk mencapai kesatuan Hukum (rechtzekerheid). Begitu besar pengaruh kodifikasi ini, maka di seluruh dunia berkembang anggapan bahwa setiap peraturan, di karenakan pentingnnya maka harus di tulis, dan demikian pula dengan konstitusi. Di zaman modern sekarang ini, dapat di katakana bangsa Amerika Serikatlah yang pertama menuliskan konstitusi dalam satu naskah, meskipun leluhur mereka di Inggris tidak mengenal naskah konstitusi yang tertulis dalam satu naskah.
Oleh karena itu, dalam bahasa Inggris dan Amerika, tidak tersedia kata yang tepat untuk menggambarkan perbedaan antara konstitusi dan undang – undang dasar sebagaimana perbedaan antara kedua pengertian ini dalam bahasa Jerman., Perancis, Belanda dan Negara – Negara Eropa Kontinental lainnya. Dalam bahasa Jerman jelas di bedakan antara verfasung dan constitutie dan grondwet.
Untuk memahami perbedaan mengenai kedua pengertian konstitusi dan undang – undang dasar itu, kita dapat menggunakan antara lain pendangan Hermann Heller sebagai rujukan. Dari pandangan Hermann Heller ini jelas tergambar bahwa konstitusi itu memang mempunyai arti yang lebih luas dari pada undang – undang dasar. Hermann Heller membagi konstitusi itu dalam tiga fase pengertian, yaitu :
a) Pada mulanya, apa yang di pahami sebagai konstitusi itu mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politieche verfasung als gesellchaftliche wirklihkeit) dan ia belum merupakan konstitusi dalam arti Hukum (Ein rechtverfasung). Dengan perkataan lain, konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian Hukum.
b) Setelah orang mencari unsure – unsure Hukumnya dari konstitusi yang hidup di dalam masyarakat itu untuk di jadikan satu kesatuan kaidah Hukum, barulah konstitusi itu di sebut rechtverfasung (die verselbstandigte rechtverfasung), yaitu konstitusi dalam arti Hukum.
c) Kemudian muncul pula kebutuhan untuk menuliskan konstitusi itu dalam satu naskah tertentu sehingga orang milai menulisnya sebagai undang – undang yang tertinggi yang berlaku dalam satu Negara.

3. LUWES (FLEKXIBLE) ATAU KAKU (RIGID)
Naskah konstitusi atau undang – undang dasar dapat bersifat Luwes (flexible) atau Kaku (rigid. Ukuran yang biasanya di pakai oleh para ahli untuk menentukan apakah suatu undang – undang dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu di mungkinkan di lakukakan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi itu mudah atau yidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman.
Untuk menentukan apakah suatu naskah luwes atau tidak, maka pertama – tama kita dapat mempelajari mengenai kemungkinannya berubah atau tidak, dan bagaimana pula perubahan itu di lakukan. Pada umumnya, selalu di atur tata cara perubahan konstitusi itu sendiri dalam pasal – pasal atau bab tersendiri. Perubahan- perubahan yang dilakukan sendiri oleh undang – undang dasar itu dinamakan verfasungs – anderung. Ketentuan mengenai perubahan tersebut selalu di tentukkan oleh undang – undang dasar itu sendiri. Karena walaupun di manksudkan untuk jangka waktu yang lama, teks suatu undang – undang dasar selalu cenderung untuk tertinggal dari perkembangan masyarakat.
Untuk undang – undang dasar yang tergolong flexible, perubahan kadang – kadang cukup di lakukan hanya dengan the ordinary legislative process seperti di New Zealand. Sedangkan untuk undang – undang dasar yang di kenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya dapat dilakukan :
a) Oelh lembaga Legislatif, tetapidengan pembatasan – pembatasan tertentu;
b) Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum;
c) Oleh utusan Negara – Negara bagian, khusus di Negara – Negara Serikat; atau
d) Dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oelh suatu lembaga Negara yang khusus yang di bentuk hanya untuk keperluan perubahan.



4. KONSTITUSI TERTULIS DAN TIDAK TERTULIS
Membedakan secara prinsipil antara konstitusi tertulis (written constitution) dan tidak tertulis (Unwritten constitution atau onsschreven constitutie) adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya di pakai untuk di lawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstitusi tertulis adalah Negara Inggris, namunprinsip – prinsip yang di camtumkan dalam konstitusi di Inggris di cantumkan dalam undang – undang biasa, sepertu Bill of rights.
Dengan demikian suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia di tulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan konstitusi disebut tidak tertulis di kerenakan ketentuan – ketentuan yang mengetur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal di atur dalam konvensi – konvensi atau undang – undang biasa.
Selengkapnya...

KONSTITUSI SEBAGAI OBJEK KAJIAN HUKUM TATA NEGARA

Istilah konstitusi itu sendiri pada mulanya berasal dari perkataan bahasa Latin, constitution yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarati HUkum atau prinsip. Di zaman modern, bahasa yang biasa di jadikan sumber rujukan mengenai istilah ini adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. Untuk pengertian constitution dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara constitutie dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman membedakan antara verfasung dan gerundgesetz seperti antara grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda.
Demikian pula Perancis antara Droit Constitutionel dan Loi Constitutionel. Istilah yang pertama identik dengan pengertian konstitusi, sedang yang kedua adalah undang – undang dasar dalam arti yang tertuang dalam naskah tertulis. Untuk pengertian kontitusi dalam arti undang – undang dasar, sebelum di paki istilah grondwet, di Belanda juga pernah dipakai staatregeling,. Namun, atas prakarsa gijbert Karel van Hogendorp pada tahun 1813. Istilah grondwet di pakai untuk mengganti istilah staatregeling.

Herman Heller membagi konstitusi dalam 3 tingkatan, yaitu :
1. Konstitusi dalam pengertian social politik. Pada tingkat pertama ini, konstitusi dalam pengertian social politik. Mide – ide konstitusional dikembangkan karena memang mencerminkan keadaan social politik dalam masyarakat yang bersangkutan pada saat itu. Konstitusi pada tahap ini bukan di gambarkan sebagai kesepakatan – kesepakatan politik yang belum dituangkan dalam bentuk Hukum tertentu, melainkan tercerminkan dalam perilaku nyata dalam kehidupan kolektif warga mayarakat.;
2. Konstitusi dalam pengertian Hukum. Pada tahap kedua ini, konstitusi sudah diberi bentuk Hukum tertentu, sehingga perumusan normatifnya menuntut pemberlakuan yang dapat dipaksakan. Konstitusi dalam pengertian social politilk yang di lihat sebagai kenyataan tersebut di atas, dianggap harus berlaku dalam kenyataan. Oleh karena itu, setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dapat dikenai ancaman sanksi yang pasti;
3. Konstitusi dalam pengertian Peraturan Tertulis. Pengertian yang terakhir ini merupakan tahap terakhir atau yang tertinggi dalam perkembangan pengertian rechtverfasung yang muncul sebagai akibat pengaruh aliran kodifikasi yang menghendaki agar berbagai norma Hukum dapat di tuliskan dalam naskah yang bersifat resmi. Tujuannya adalah untuk maksud mencapai kesatuan Hukum atau inifikasi Hukum (rechtnegheid), kesedehanaan Hukum (rechtvervoudiging), dan kepastian Hukum (rechtzekerheid).
Namun, menurut Hermann Heller, konstitusi tidak dapat dipersempit maknanya hanya sebagai undang – undang dasar atau konstitusi dalam arti yang tertulis sebagaimana yang laizim dipahami karena pengaruh aliran kodifikasi. Di samping undang – undang dasar yang tertulis, ada pula konstitusi yang tertulis yang hidup dalam kesadaran Hukum masyarakat.
Selengkapnya...

DISIPLIN ILMU HUKUM TATA NEGARA

A. NEGARA SEBAGAI OBJEK ILMU PENGETAHUAN
Negara merupakan gejala kehidupan umat manusia di sepanjang sejarah umat manusia. Konsep Negara berkembang mulai dari bentuknya yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, Negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia. Banyak cabang ilmu pengetahuan yang menjadikan Negara sebagai objek kajiannya. Misalnya ilmu politik, ilmu hukum tata Negara, ilmu Negara, ilmu hukum kenegaraan, hukum adminidtrasi Negara, dan ilmu administrasi pemerintahan (public Administration), semuanya menjadikan Negara sebagai pusat perhatiaannya.
Secara sederhana, oleh para sarjana sering di uraikan adanya 4 unsur pokok dalam setiap Negara :
1. A definite territory,
2. Population,
3. A Government, dan
4. Soverreignity.

B. IILMU HUKUM TATA NEGARA
1. Peristilahan
Ilmu Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, apabila kita membahas norma – norma hukum yang mengatur hubungan antara subjerk hokum oramng atau bukan orang dengan sekelompok orang atau badan hukum yang berwujud Negara atau bagian dari Negara. Dalam bahasa Perancis , Hukum Tata Negara di sebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa Inggris di sebut Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda dan Jerman, Hukum Tata Negara di sebut Staatrecht, tetapi dalam bahasa Jerman sering juga dipakai istilah Verfassungsrecht (Hukum Tata Negara) sebagai lawan perkataan Verwaltungrecht (hokum administrasi Negara).
Di antara para ahli hukum, adapula yang berusaha membedakan kedua istilah ini dengan menganggap bahwa istilah Hukum Tata Negara itu lebih luas cakupan pengertiaannya dari pada istilah hukum konstitusi. Hukum kontitusi di anggap lebih sempit karena hanya membahas hukum dalam perspektif teks undang – undang dasar, sedangkan Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada undang – undang dasar. Pembedaan ini sebenarnya terjadi karena kesalahan dalam mengartikan perkataan konstitusi (Verfasung) itu sendiri yang seakan – akan di identikkan dengan undang - undang dasar (gerundgesetz). Karena kekeliruan tersebut, hukum konstitusi di pahami lebih sempit daripada Hukum Tata Negara.
2. Definisi Hukum Tata Negara
Di antara para ahli hukum, dapat di katakana tidak terdapat rumusan yang sama tentang definisi hukum dan demikian pula dengan definisi Hukum Tata Negara sebagai hukum dan sebagai cabang ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan – perbedaan itu sebagaian disebabkan oleh faktor – faktor perbedaan pandangan di antara para ahli hukum itu sendiri, dan sebagian lagi dapat di sebabkan oleh perbedaan sistem yang dianut oleh Negara yang di jadikan objek penelitian oleh sarjana hukum itu masing – masing. Misalnya, di Negara – Negara yang menganat tradisi Common Law tentu berbeda dari apa yang dipraktikan di lingkungan Negara – Negara yang menganut tradisi Civil Law.
Setelah mempelajari rumusan – rumusan definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber, dapat di ketahui bahwa di antara para ahli tidak terdapat kesatuan pendapat mengenai hal ini. Dari pendapat yang beragam itu kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya :
a) Hukum Tata Negara itu adalah ilmu yang termasuk salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada di ranah hokum publik;
b) Definisi Hukum Tata Negara telah di kembangkan oleh para ahli sehingga tidak hanya mencakup kajian mengenai organ Negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu tetapi mencakup pula persoalan – persoalan yang terkait dengan mekanisme hubungan antara organ – organ Negara itu dengan organ Negara ;
c) Hukum Tata Negara tidak hanya merupakan Recht atau hukum dan apalagi hanya sebagai Wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga adalah Lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang di sebut sebagai Verfassungsrecht (hokum konstitusi) dan sekaligus verfassungslehre (teori konstitusi);
d) Hukum Tata Negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari Negara dalam keadaan diam (Staat In Rust) maupun yang menpelajari dalam keadaan bergerak (Staat In Beweging).
Seperti halnya undang – undang, menurut Djokosoetono, konstitusi yang menjadi objek kajian hukum tata Negara materiel dan formil mempunyai tiga arti, yaitu dalam arti materiel, dalam arti formil, dan dalam arti naskah yang terdokementasi. Menurutnya, undang – undang dapat di lihat :
a) Dalam arti materiel, algemene verbindende voorchrifen;
b) Dala arti formil, yaitu bahwa undang – undang itu telah mendapat persetujuan (wilsovereen – stemming) bersama antara pemerintah dan DPR; dan
c) Dalam arti naskah hukum yang harus terdokumentasi (gedocumentteerd) dalam lembaran Negara supaya bersifat bewijsbaar atau dapat menjadi alat bukti dan stabil sebagai satu kesatuan rujukan.
Demikian pula konstitusi yang menjadi objek kajian Hukum Tata Negara juaga mempunyai tiga pengertian, yaitu :
a) Constitutie in materiele zin dikualifikasikan karena isinya (gequalificerd naar de maker), misalnya berisi jaminan jaminan hak asasi, bentuk Negara, dan fungsi – fungsi pemerintahan, dan sebagainya;
b) Constitutie in formele zen, dikualifikasikan kerana pembuatnya (gequalificerd naar de maker), misalnya oleh MPR;
c) Naskah Grondwet, sebagai geschereven document, misalnya harus di terbitkan dalm lembaran Negara, voor de bewijsbaarheid en voor de stabiliteit sebagai satu kesatuan rujukan, yaitu penting atau belangrijke staatkundige stukken.
Hukum Tata Negara juga dapat dibedakan antara Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif. Hukum Tata Negara Umum membahas asas – asas, prinsip – prinsip yang berlaku umum, sedangkan Hukum Tata Negara Positif hanya membahas Hukum Tata Negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu, sesuai dengan pengertian Hukum Positif. Misalnya, Hukum Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris, ataupun Hukum Tata Negara Amerika Serikat yang dewasa ini berlaku di masing – masing Negara yang bersangkutan, adalah merupakan Hukum Tata Negara Positif. Sedangkan prinsip – prinsip teoritis yang berlaku umum atau universal di seluruh Negara tersebut adalah merupakan materi kajian Hukum Tata Negara Umum atau di sebut sebagai Hukum Tata Negara saja.
Kadang – kadang dalam istilahg Hukum Tata Negara Indonesia juga tercakup 2 (dua) pengertian, yaitu (i) Hukum Tata Negara Positif yang sedang berlaku dewasa ini, dan (ii) berbagai kajian mengenai Hukum Tata Negara Indonesia di masa lalu dan yang akan datang, meskipiun belum ataupun sudah tidak berlaku lagi sebagai norma Hukum Positif. Oleh karena itu, kita dapat membedakan pula antara Hukum Tata Negara sebagai ilmu Hukum (the scince of constitusional law)dan Hukum Tata Negara sebagai Hukum Positif (positive constitusional law). Jika hal ini di tambahkan kepada kedua unsur (vorm) dan isi (inhoud) seperti dikemukakan di atas, maka Hukum Tata Negara yang kita bahas di sini dapat di bedakan dalam tiga aspek yaitu :
a) Hukum Tata Negara Umum yang berisi asas – asas hokum yang bersifat universal;
b) Hukum Tata Negara yang berisi asas – asas yang berkembang dalam teori dan praktik di suatu Negara tertentu, seperti misalnya Indonesia;
c) Hukum Tata Negara Positif yang berlaku di Indonesia yang mengkaji mengenai Hukum Positif di bidang ketatanegaraaan.
Hukum Tata Negara juga dapat di bedakan antara sifatnya yang statis dan dinamis. Ilmu Hukum Tata Negara itu disebut sebagai ilmu statis apabila Negara yang di jadikan objek kajiannya berada dalam keadaan statis atau dalam keadaan diam (staat in rust). Hukum Tata Negara yang bersifat statis inilah yang bias disebut sebagai Hukum Tata Negara dalam arti sempit, sedangkan Hukum Tata Negara dalam arti luas, mencakup Hukum Tata Negara dalam arti dinamis, yaitu manakala Negara sebagai objek kajiannya di telaah dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Pergertian yang terakhir inilah yang biasa di sebut sebagai bidang ilmu Hukum Administrasi Negara (administrative law, verwaltungscrecht).
Berhubung Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu jenis Hukum yang tersendiri (als byzonder sort van recht) yang mempunyai objek penyelidikan Hukum, maka sistematika Hukum pada umumnya dapat diterapkan pula terhadap Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Sistematika yang dibuat oleh Logemann dalam bukunya itu, di bagi sebagai berikut :
1) Hukum Tata Negara dalam arti sempit meliputi :
a) Persoonsleer yaitu mengenai person dalam arti Hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, pertanggung jawaban, lahir dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak organisasi, batasan – batasan dan wewenang;
b) Gebiersleer, yang menyangkut wilayah atau lingkungan di mana Hukum itu berlaku dan yang termasuk dalam lingkungan adalah waktu, tempat, manusia atau kelompok, dan benda;
2) Hukum Aministrasi Negara meliputi ajaran mengenai hubungan – hubungan (leer der rechtbetrekkingen).
Dengan demikian, menurut J.H.A Logemann, dapat dikatakan bahwa ilmu Hukum Tata Negara itu mempelajari :
1) Susunan dari jabatan – jabatan;
2) Penunjukan mengenai pajabat – pejabat;
3) Tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatan itu;
4) Kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan;
5) Batas wewenang dan tugas dari jabatan daerah dan orang – orang yang dikuasainya;
6) Hubungan antara jabatan;
7) Penggantian jabatan;
8) Hubungan antara jabatan dan pemegang jabatan.
Selengkapnya...